Kamis, 30 September 2010

Razia tengah malam

SEKUMPULAN orang dengan pentungan terlihat berjaga-jaga di depan pertamina. gue gak tahu kalo itu lagi ada razia, tanpa pikir panjang gue berenti di dalem pertamina segek ngisi bensin padahal jelas jam segini udah tutup. gue gak tahu lagi musti ngapain.lemas.gak bawa surat-surat.melongo.ngeliatin orang pada kena tilang trus ketawa padahal gue sebentar lagi juga ngalamin kayak gitu.

Akhirnya gue ngobrol sama ibu-ibu pegawai pertamina......

"Percuma balik, tu ada polisi di balik pohon" katanya

terlihat seorang yang penyamarannya sangat ajibb. hampir gak kliatan sob!
untuk aja gue gak panik tadi, kalo gak bakal kena juga.fiuuhh...
setelah lama menunggu kesempatan, akhirnya lewat juga sebuah motor yang pengendara nya nakal.gak pake helm. pas di depan gue di balik arah, tapi dia gak liat kalo udah ada yang jaga di belakangnya. entah keturunan siapa tu anak, dia tetep nekat kabur masuk ke halaman rumah orang yang ada anjing nya.
gue cuma liatin aja dari jauh, sampe akhirnya polisi itu masuk ke halaman rumah juga .dan karena udah ada jalan yang bebas dari polisi, gue jalan aja santai gak panik dan gak teriak-teriak.

tips:

1. ketika ada gabungan/razia jangan panik. bentuklah cara duduk saat mengendarai motor dengan cara seperti orang tua yang patuh hukum.hal ini terbukti.

2. kalo anda takut, minggir aja kerumah orang atau kalo ada warung ya segek beli apa kek.dan tunggu aja sampe selesai acara.

3. jangan teriak-teriak. cara yang ketiga ini paling ampuh. kuncinya adalah diam, diam dirumah dan tidak berkendara. usaha kan jalan.

Senin, 06 September 2010

Kisah sebuah celana pendek karya idrus

TEPAT pada hari PEARL harbour diserang Jepang, Kusno dibelikan ayahnya sebuah celana pendek. Celana kepar 1001, made in Italia.

Pak kusno buta politik. Tak tahu ia, betapa besarnya arti penyerangan itu. Yang diketahuinya hanya, bahwa anaknya sudah tidak mempunyai celana lagi yang pantas dipakai. Setiap orang yang sedikit banyak kenal politik di seluruh dunia mengernyitkan keningnya, karena dendam, karena khawatir, karena marah. Tapi Pak Kusno tersenyum senang pada hari itu. Ia berhasil, apa yang disangkanya semua sesuatu yang tidak bisa, membelikan Kusno sebuah celana pendek.

Pada waktu itu Kusno berusia 14 tahun. Baru tamat sekolah rakyat. Sekarang hendak melamar pekerjaan. Dan dengan celana baru, rasanya baginya segala pekerjaan terbuka. Ia akan membuktikan pada ayahnya, bahwa ia adalah anak yang tahu membalas guna. Pendek kata, keluaraga Kusno pada hari itu bergirang hati seperti bellum pernah sebelum itu. Dan kabar-kabar tentang Pearl Harbour tidak bergema sesikitpun juga dalam hati orang-orang sederhana ini.

Demikian benarlah ucapan, hanya orang besar-besar yang mau perang, rakyat sederhana mau damai Cuma!

Tapi Kusno tak selekas seperti sangkaannya mendapat pekerjaan. Kantor-kantor tahu, apa arti penyerangan pulau Mutiara itu. Mereka tidak menerima seorang pekerja baru pun juga lagi. Di atas kantor itu bergumpal awan hitam dan dari sela-sela awan itu menjulur muka malaikatmaut

Kusno terpaksa menurunkan barang dagangannya, dari juru tulis menjadi portir dan dari portir menjadi opas. Dan setelah sepuluh kantor dinaikinya , akhirnya berhasil juga ia mendapat pekerjaan…..sebagai opas. Dengan gaji sepuluh rupiah sebulan.

Pak Kusno bersusah hati. Ia sendiri seorang opas. Mestikah anaknya menjadi opas lagi? Dan anak kusno kelak opas pula? Turun temurun menjadi opas? Tidak pernah tercita-cita olehnya, keluarganya akan menjadi keluarga opas. Tapi, seperti juga orang-orang kampong lain dalam kesusahan, Pak kusno ingat kepada tuhan, manusia berusaha, tuhan menentukan!

Kusno bekerja dengan rajin, tapi celana kepar 1001-nya bertambah lama bertambah pudar, karena sering kena cuci. Setiap bulan ia berharap akan dapat membeli sebuah celana baru, tapi uang yang sepuluh rupiah itu untuk makan saja pun tidak mencukupi. Dengan sendirinya kepar 1001 bertambah sering harus di cuci, dan setiap kena cuci, rupa nya bertambah menghawatirkan.

Seluruh pikiran kusno tertuju pada celana itu. Apakah yang terjadi dengan dirinya, jika celana itu sudah tidak bisa dipakai lagi? Setiap hari ia mendoa, agar tuhan jangan menurunkan hujan. Dan jika hujan turun juga, Kusno dengan hati kembang kempis melihat kepada celana nya, seperti seorang ibu melihat kepada anaknya yang hendak dilepas ke medan peperangan.

Kepar 1001. 1 x 1 = 1. Dan berapakah 1 – 1?
Kalau pikiran Kusno mengenakan celana 1001 ini. Apalagi kalau tidak ada uang pembeli sabun, sedang celana lagi kotor.

Tidak, rakyat sederhana tidak mau perang, ia hanya mau hidup sederhana dan hidup bebas dari ketakutan esok hari tidak mempunyai celana.

Tapi orang tinggi-tinggi dan besar-besar mau perang, yang satu untuk demokrasi dan yang lain untuk kemakmuran bersama di Asia Timur Raya.

Kusno tidak tahu arti demokrasi dan perkataan kemakmuran sangat menarik hatinya. Ia sebenarnya ingat kepada celananya. Kemakmuran baginya celana. Dan sebab itu disambutnya tentara jepang dengan peluk cium dan salaman tangan.

Dan seperti kebanyakan bangsa Indonesia hidup dengan pengharapan kemerdekaan, Kusno hidup dengan pengharapan akan celana baru, terus-menerus berharap selama tiga setengah tahun.

Tapi seperti kemerdekaan itu, celana itu pun tak terbayang. Dan waktu kusno melepaskan harapannya itu, celana 1001 itu sudah tidak seperti celana lagi. Di sana-sini benangnya sudah keluar dan apa yang dulunya putih, sekaranag kuning kehitam-hitaman. Dan karena itu tidak pantas lagi dipakai oleh seorang opas. Waktu kusno memberanikan hatinya meminta kepada sepnya, ia di bentak demikian hebatnya sehingga pada waktu itu hilang semangatnya.

Dia datang juga beberapa hari lagi ke kantor, tapi akhirnya malunya berkuasa atas gaji yang sepuluh rupiah itu dan oa pun meminta berhenti.

Hari kemudian gelap bagi Kusno. Tapi sekarang ia lepas bebas dari malu yang mencoret mukanya. Ia tahu, bahwa hari gelap dan maha menakutkan akan menimpa dia. Tapi Tuhan maha pengasih dan pemurah. Demikian keyakinan Kusno.

Pada suatu hari Kusno sakit kepala. Ia tahu, bahwa sakit kepala itu segera akan hilang, jika ia dapat mengisi perutnya. Dua hari dua malam tak ada lain yang dimakannya selain daun-daun kayu. Ada terlayang di pikirannya untuk menjual celana1001 itu, guna membeli sekedar makanan yang pantas dimakan manusia. Tapi lekas dibuangnya pikiran itu. Jika celana itu dijualnya, perutnya kenyang buat beberapa detik, tapi sesudah itu dengan apa akan ditutupnya auratnya? Sekali pula ada niatnya untuk mencuri barang orang lain, tapi Tuhan berkata, jauhi dirimu dari curi mencuri. Dan keluarga kusno turun temurun taku kepada tuhan itu, sungguhpun belum pernah dilihatnya.

Begitulah kusno tidak menjual celana, tidak mencuri, sering sakit kepala dan hidup dengan daun-daun kayu. Tapi ia hidup terus, sengsara memang, tapi hidup dengan bangga.

Tentang celana kepar 1001 itu, tak ada yang diceritakan lagi. Pada suatu kali ia pasti hilang dari muka bumi. Dan mungkinkah ia bersama-sama dengan kusno hilang dari muka bumi ini?

Tapi bagaimana pun juga, Kusno tak akan putus asa. Ia dilahirkan dalam kesengsaraan, hidup bersama kesengsaraan. Dan meskipun celana 1001-nya lenyap jadi topo, Kusno akan berjuang terus melawan kesengsaraan, biarpun hanya guna mendapatkan sebuah celana kepar 1001 yang lain.

Hanya yang belum juga dapat dipahamkan Kusno ialah, mengapa selalu saja masih ada peperangan. Kusno merasa seorang yang di korbankan.


Dari ave maria ke jalan lain ke roma hal 115-118

Anjing belang oleh: mahatmanto

Sering kami berjumpa di sini
hampir setiap malam hari
di malam kelam dan terang
kalau aku pergi ke belakang
mengambil air sembahyang
dan dia mencari sisa-sisa yang terbuang
di keranjang sampah dekat perigi.

Pernah dia terpijak
dan aku terkejut melompat.
Dia memekik kikik dan terus lari.
Mungkin dai marah dan mengutuki
sedang sekali-kali tidak kusengaja.
Timbul pertanyaan yang mengerikan dalam hati – Siapa di antara kami yang paling dikasihi Ilahi?

Aku, ataukah anjing belang kerdil kecil ini
dengan lidah yang meraba-raba sampah
di atas tanah?

Mimbar Indonesia, th. IV No. 4, 28 jan. 1950

Cakar atau ekor? oleh : Mahatmanto

Di mana batas?
. . . . . . semua hendak serba bebas…..
melanggar,
meliar.

Bukankah setiap selalau hendak serba baru,
jadi menipu, memalsu?
serba aksi, jadi imitasi?
serba kuasa,
jadi memperkosa?

Ah, hanya pun kiri,
kalau selalu hendak serba kiri,
paling ke kiri dari yang terkiri,
di sana sayap jadi cakar. . . .
Sebaliknya pun : kanan
kalau serba paling terkanan,
disana sayap jadi ekor. . .

mimbar Indonesia, th I no. 3, 6 des. 1947

Sembilan bunga wijaya kusuma : mustofa w hasyim

Sembilan bunga Wijayakusuma
mekar bersama. Kampung bangkit
dari keletihan
di akhir desember dingin.

Orang-orang berdatangan
”Alangkah putihnya.”
“Alangkah wanginya.”
“Alangkah indahnya.”
“Alangkah kuatnya bunga ini
menyihir kita.”

Mereka berbisik-bisik
tentang khasiatnya.
“Dalam wayang, bunga ini
dapat menghidupkan orang mati,”
kata orang tua

“Kabarnya bunga semacam ini
dapat menghidupkan
kejantanan lelaki
yang layu dan mati,” sahut lainnya.

“Kabarnya, dapat membuat muda
wanita tua. Membuat wajah
kemali berdarah, dada di penuhi gairah,”
ujar tukang jamu meyakinkan.

“Kabarnya, bunga ini
bisamembuat kaya pemiliknya
bebas hutang, bebas tagihan,”
bisik pengemis lirih.

“Kabarnya, dapat membuat
kuta sakti. Jadi penangkal
bahaya zaman ini. Bahkan dosa
dapat disingkirkan,”
bisik bekas penjahat.

“Jangan macam-macam kalian
bunga hanya sekedar isyarat
agar kita lebih jujur
dalam hidup ini,” kata kiai.

Sembilaan bunga wijayakusuma
diam. Tak bergeming terhadap pujian
lalu semua meledak bersama
bau busuk pun memenuhi udara.

Matarantai cinta yang ruwet

Anisah mencintai amir
Amir mencintai siti
Siti mencintai pak guru
Pak guru mencintai pelacur
Pelacur mencintai bandit
Bandit mencintai anak pak tani
Anak pak tani mencintai lembu jantan
Lembu jantan mencintai rumput
Rumput mencintai batu
Batu mencintai sungai
Sungai mencintai langit
Langit mencintai matahari
Matahari mencintai ikan
Ikan mencintai nelayan
Nelayan mencintai tengkulak
Tengkulak mencintai pegawai bank
Pegawai bank mencintai sopir bus kota
Sopir bus kota mencintai anisah.

Begitulah kisah jenaka yang beredar
dikalangan penggembala kambing.
“seharusnya mereka semua
mencintai tuhan
biar bebas dan tenteram,”
kata gembala yang paling tua.
“kau sendiri mencintain apa
Atau siapa?” Tanya temannya.
“aku mencintai kambing betinaku,” jawabnya
Membuat semua temannya tertawa.
“hei jangan tertawa
kambing betinaku itu sedang hamil
sebentar lagi melahirkan
anak kambing yang sehat dan lucu,”
gembala yang paling tua itu marah.
“belum tentu,” sahut temannya.
“mengapa?”
“siapa tahu kambingmu melahirkan bayi.”

Benar. Kambing itu melahirkan bayi
dan sejak itu kisah cinta anisah
tidak pernah di percakapkan lagi

Mustofa w hasyim

Puncak

Minggu pagi di sini. Kederasan ramai kota yang terbawa
tambah penjjoal dalam diri –diputar atau memutar-
terasa tertekan; kita terbaring bulat telanjang
sehabis apa terucap di kelam tadi, kita habis kata sekarang.
Berada 2000 m.jauh dari muka laut, silang siur pelabuhan,
jadi terserah pada perbandingan dengan
cemara bersih hijau, kali yang bersih hijau

maka cintaku sayang, ku coba menjabat tanganmu
mendekap wajahmu yang asing, meraih bibirmu di balik rupa.
Kau terlompat dari ranjang, lari ke tingkap
yang masih mengandung kabut, dan kau lihat di sana,
bahwa antara
cemara bersih hijau dan kali gunung bersih hijau mengembang juga tanya dulu, tanya lama, tanya

chairil anwar, 1948

Buruh yang amat sabar oleh Mustofa w hasyim

Seorang buruh yang sabar selalu tersenyum
meski upahnya selalu dikurangi
tiap bulan. Ia bersyukur
bisa mengisi hari-harinya
dengan kerja.

Suatu hari upahya menyusut
sampai ke angka nol
ia pun mengangguk pasrah
tanpa niat protes sedikit pun.

“Bulan depan ganti kau
yang membayar aku”
kata majikannya garang.
“Baik. Insya Allah kubayar,” jawabnya.

Ia pulang melangkah segar
tapi istri dan mertuanya marah
“Masak kerja sebulan
tidak mendapat upah.” hardik mereka.

Hari berikutnya ia tetap bekerja
lebih rajin disbanding temannya
ia pun menyukai lembur
menggantikan temannya yang sakit.

Di awal bulan ia tidak mendapat upah
justru ia yang membayar majikannya.
“Bagus. Dari mana kau dapat uang ini?”
“Dari berhutang tetangga.”

sampai rumah kembali
istri, mertua dan anak-anaknya
marah sambil menagis
“Tuhan, kenapa kau turunkan juga
lelaki tolol seperti ini,” keluh istrinya.

Ia tersenyum, tapi kaget
waktu mendengar letusan
dan asap menggumpal
diikuti api yang berkobar.

“Pabrik tempatmu bekerja terbakar,”kata orang-orang.
Ia termenung. Heran bercampur pedih
“Aku selalu mengampuni majikanku
Dan mendoakannya agar selamat. Tapi tuhan ternyata berkehendak lain.” bisiknya